"Penyesalan selalu datang terlambat" dan akan semakin terasa menyesakkan pada saat yang menjadi korban keadaan adalah mereka yang kita cintai. Sebelum terlambat... mari kita mengambil langkah pasti. A Tribute to my lovely li'l brothers, Kiddo & Panda.
Friday, June 17, 2011
Karung Terigu Kecil, Panda
Belum sebulan yang lalu, aku dapet kesempatan untuk meluangkan waktuku dengan Panda. Kita berdua pergi ke luar kota untuk mengawasi kakak – putri kesayanganku, yang waktu itu ikut acara camping sekolah. Mengingat tempat acaranya jauh dari “peradaban”, aku sepakat dengan istriku untuk mengawasi kakak dari kejauhan – knowing bahwa indra kakak tergolong sangat sensitif untuk urusan yang meyangkut hal – hal yang sering gak dipahami orang dan sering kali juga ditakuti oleh orang kebanyakan.
Karena jarak dan kondisi lokasi acara ini, aku dan ibu berkeputusan bahwa lebih baik aku pergi ditemani oleh Panda (yang waktu itu juga memang gak banyak kegiatan).
Di hari keberangkatan itu, aku ada acara di kantor yang mengharuskan aku untuk tinggal di acara sampai waktu yang cukup larut. Sekitar jam 11 malam, barulah aku dan Panda meluncur ke TKP. Perjalanan relatif mudah, tapi mendekati tempat camping; jalanan jadi sempit dan meragukan.
“Kita salah jalan gak yah? Kok sedari tadi gak ketemu manusia sepotong-pun yah?”
Setelah deg – deg – an untuk beberapa saat, akhirnya kita tiba di gerbang Perkemahan yang kita tuju (setelah hampir parkir di kebon bawang – karena aku pikir parkiran J). Setibanya di gerbang, kita disambut dengan portal gerbang yang sudah melintang dan menghalangi aku menjalankan mobil ke area parkiran.
“Ya udah. Yang penting kita sudah sampai di sini kan? Sekarang kita cari sesuatu yang bisa dikunyah aja”
Setelah melongok kanan kiri dan depan belakang, kami menemukan warung indomie/kopi yang lampunya masih menyala. Jendela warung dalam keadaan terbuka, tapi yang jaga tidur dengan pulesnya dalam pelukan selimut loreng tentaranya. Gak punya pilihan lagi, aku dan Panda ambil posisi berseberangan di meja – kursi warung kopi itu, dan obrol – obrol pun mulai terjadi.
Kami bicara banyak hal ….. banyak banget. Tapi ada beberapa hal yang akan selalu aku kenang dari pembicaraan kami. Panda selalu mengesampingkan kepentingannya, untuk suatu hal yang di luar dirinya. Yang selalu jadi prioritasnya dalam melakukan segala – sesuatu adalah untuk kepentingan Katri anaknya semata wayang.
Setiap kali menyebut nama Katri, mata Panda selalu berkaca – kaca. Katri adalah putri semata wayang Panda, yang dikondisikan untuk gak bisa ditemui Panda karena satu dan lain hal.
“Panda, sekarang ini kamu dikondisikan untuk boleh egois. Bukan berarti aku bilang bahwa kamu gak perlu mikirin Katri, bukan sama sekali. Tapi kita ambil langkah satu persatu. Kalo ngelangkah langsung dua kaki sekaligus juga gak bisa kan? “
Panda kontan berdiri dan membuktikan bahwa kalimatku salah.
“Begini bisa nih mas…”, katanya sambil lompat maju dengan dua kaki dirapatkan dan kedua tangan terjulur ke depan. “Bisa kaya zombie di film kungfu. Katri pasti langsung masuk ketekku tuh, kalo liat filem serem”
That’s Panda … even lagi susah mikirin hal yang bikin bola mata mau lompat keluar sekalipun, dia akan coba lighten up the situation. Dan satu hal lagi yang pasti, Katri akan selalu hidup dalam pikiran dan hati Panda – seberapa kerasnya sekalipun usaha untuk memisahkan mereka.
I will surely miss our conversation, bro.
A Permanent Solution For A Temporary Problem
Aku pernah baca, tulisan di atas di buku-buku psikologi modern yang mendedikasikan bahasan mereka seputar tindakan bunuh diri. Bener banget yah, untuk suatu hal yang sebenarnya temporer (yang nyata-nyata akan lewat/selesai pada waktunya) diambil suatu tindakan yang permanen. What a pitty! Yang lebih menyakitkan hati adalah pada saat yang mengambil tindakan permanen itu; orang – orang yang kita kasihi.
Kiddo, adikku yang mbeling. Nakal dan usil sudah jadi bagian dari kesehariannya. Mainan bener dibongkar sampai malahan jadi rusak. Aku ingat suatu kejadian waktu itu dia masih di kelas 2 SMP. Anak laki – laki umur segitu mungkin lagi suka mengeksplorasi sesuatu. Rasa ingin tahunya luar biasa. Saat itu Kiddo minta aku belikan mainan pistol – pistolan. Ukuran dan bentuknya realistis sekali. Dia pilih FN Government laras panjang, komplit dengan sarung pistol model Detektif Hunter. Pistol mainan itu bisa menembakkan peluru (pellet) plastik dengan mekanisme pegas. Dan hasil tembakannya lumayan kencang. Beberapa kali betisku jadi landasan peluru nyaras dari pistol anak badung ini. Daun di halaman penuh sama bolong – bolong simetris, cicak – cicak berkeliaran tanpa buntut, bahkan kucing – kucing tentanggapun kontan gak berani lagi mampir untuk sekedar ngelongok ke dalam halaman rumah.
Belum puas dengan performa di FN Government, Kiddo ambil jalur operasi. Pistol FN yang dikasih nama Janggo (dari nama koboi jagoan kesayangan Kiddo)itu digeletakkan di atas meja belajar. Lampu belajarku disamber untuk perlengkapan kamar operasinya. Dari garasi, Kiddo berhasil mengumpulkan beberapa peralatan: obeng, tang, solder dan timahnya. Gak cuman sampe di situ, 1 set obeng kacamata-ku juga berhasil dijarahnya dari laci mejaku. Setelah komplit semua peralatannya, Kiddo mulai dengan operasinya.
“Mas, si Janggo bakal jadi pistol jagoan. Anak-anak sekompleks pasti bakal kapok kalo ngajak aku main tembak-tembakan lagi. Liat aja ... aku jamin biru ungu lebam di kaki mereka, kalo sudah dicium peluru yang aku tembakin dari si Janggo”
Tanpa banyak bicara, operasi dijalankan selama beberapa jam. Setelah puas dengan hasilnya, Kiddo membawa si Janggo ke halaman belakang dimana sederetan kaleng minuman bersoda sudah dijejer dengan rapi sebagai target latihannya. Gak lama kemudian terdengar suara sentakan dan garingnya suara kaleng ditembusi peluru plastik. Ya, benar. “Ditembusi” peluru plastik. Ternyata Kiddo berhasil menggabungkan beberapa pegas untuk membuat di Janggo jadi lebih mengintimidasi lagi. Waktu aku keluar dari kamar, aku dapati dia lagi duduk di lantai dengan wajah super puas.
“Berhasil !!!” serunya dengan girang.
Kiddo memang anak yang kreatif dan ulet mencoba apapun yang menurut dia menarik dan menantang. Dia gak gampang menyerah untuk suatu urusan yang secara logis bisa diselesaikan. LOGIS, ya ... Kiddo adalah seorang yang sangat logis. Karena itulah, kabar yang aku terima 7 tahun yang lalu mengenai kematiannya begitu menyentak aku. GAK MUNGKIN !!! Kiddo gak mungkin melakukan hal itu. Ya Tuhan ... apa yang melintas di pikirannya?
Selama bertahun – tahun, aku gak mau terima bahwa Kiddo harus “pulang” dengan cara seperti itu. Kalau ada teman yang tanya tentang Kiddo, aku akan bilang bahwa dia meninggal dengan cara yang sangat tragis: Kecelakaan. Kalau sang penanya meneruskan pertanyaannya dengan “Kecelakaan apa”? Maka aku cuman bilang, “Maaf yah ... it’s still too painful for me”. I lived in denial for so many years, karena aku benar-benar gak percaya bahwa Kiddo mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya. Yang lebih menyakitkan hati lagi adalah; gak ada yang pernah tahu apa alasan dia melakukan hal itu.
Yang jelas, Kiddo sudah mengambil suatu tindakan Permanen untuk masalahnya yang Temporer.
Yang jelas, aku sebagai kakak sudah gak bisa melakukan apa – apa lagi.
Yang jelas, seberapapun aku sedih dan menyesal, Kiddo gak akan bisa kembali lagi dalam hidupku.
Seandainya .... aku bisa mengulang waktu, aku akan .... ah, banyak sekali yang yang ingin aku lakukan. But now, everything is too late.
Sekarang, aku hanya harus hidup dengan kenangan tentang kehidupannya. Yang belum terlambat adalah share pengalaman hidupku dan pemikiranku yang mungkin masih bisa menyelamatkan “Kiddo – Kiddo” lain di luar sana.
Dihantam Gada !!!
Kaget! Marah! Malu! Bingung! Gak terima! Marah lagi! Bingung lagi!
Okelah, cut the cr*p!!! Kejeblos di dunia Narkoba! Semua emosi kita akan dikocok-kocok ke banyak arah dan bentuk. Semuanya perpaduan dari marah dan penyangkalan ....ujungnya adalah posisi bingung. Apa yg harus kita lakukan:
1. Untuk menarik dan menyelamatkan saudara kita ini dari jalur berliku tanpa arah itu
2. Untuk menutupi aib keluarga ini dari orang sekitar: tetangga, temen, sodara lain dan sebagainya dan seterusnya
Akan ada jutaan bahkan milyaran alasan kalo kita mau kumpulin: kenapa seseorang milih jalur "kejeblos" ke alam sana itu. Yang pasti sebagian besar akan bilang kalo "dunia" gak ngerti mereka. Sebagian bilang seperti ini karena mereka lagi sibuk melarikan diri dari masalahnya, dan sebagian lagi merasa kalo "fun" kaya yang mereka alami dari jalur setan ini gak bisa ditandingi sama apapun lagi.
Apapun alasannya, tapi bagaimana kita (sebagai anggota keluarga) menanggapi dan menangani hal ini akan jadi kunci; apa yang selanjutnya akan terjadi dengan mereka.
Panda, panggilan kesayangan adik kami ini, adalah seorang anak yang gak banyak ngomong tapi produktif. Di umurnya yang baru 3 tahun, dia bisa pergi ke tukang mie ayam di depan gang rumah kami untuk sarapan. Biasanya nanti, seminggu sekali, sang abang tukang mie ayam akan mengantarkan catatan belanjaan si Panda selama waktu tertentu. Ngomong aja masih campur bahasa dewa, tapi dia bisa dapetin apa yang dia mau. J
Sesuai hobbynya yang gak jauh-jauh dari bagian perut, Panda juga koki alamiah yang handal. Di sore hari yang garing, dia bisa masuk ke dapur dan menyulap apapun yang ada di kulkas dan lemari bahan makanan, jadi hidangan yang menghibur kami sekeluarga. Yah, walaupun abis itu kita harus gotong royong membereskan dapur yang kaya kapal pecah. Tercatat: nasi goreng berbagai rupa dan rasa, empleng (alias pancake betawi), sop kambing, sayur asem (bukan sayur udah umur 3 hari – jadi rasa dan aroma-nya asem), aneka kue praktis dan bahkan empek-empek kanji; pernah berhasil dihidangkannya untuk menyemarakkan sore hari di rumah kam. Sebagai efek sampingnya, Panda kecil sampe dewasa (bahkan sampe menjelang hari kepulangannya) selalu berpostur gembal (chubby selalu ngetrend, bos !... begitu pembelaaannya).
Panda mulai “menjauh” dari kami, semenjak masa kuliah. Mencocokkan dengan hobi-nya untuk corat coret, Panda menjatuhkan pilihannya untuk sekolah jadi artisek di salah satu perguruan tinggi swasta di Jakarta. Awal kuliah, Panda masih baik-baik saja. Di meja gambarnya selalu kelihatan ada tugas yang sedang dikerjakannya. Tabung gambarnya juga selalu berat dengan lusinan gambar tugasnya. Tapi, lambat laun perubahan mulai terjadi. Panda semakin larut dengan “dunia” barunya. Dunia yang membuatnya benar-benar jauh dari kita.
Aku sendiri gak pernah tahu, apa yang menyebabkan Panda masuk ke jalur beracun ini. Di suatu kesempatan, aku harus meluangkan waktu luangku untuk ngobrol dengan seorang “pemakai” yang sedang berobat (walaupun jelas-jelas dia bilang bahwa dia cuma berobat karena sakit dan bukan karena mau berhenti “make”). Dalam perbincangan kami, anak muda harapan bangsa ini (semoga kita masih bisa berharap padanya) membeberkan alasan utama dia mulai dan tetap menggunakan Narkoba.
“Kalo gak nyabu, gue gak ada tenaga kak. Kuliah gue setresnya minta ampun. Tugas banyaknya gak karuan. Belom tugas yang satu selesai, tugas lain udah harus gue kerjain. Kalo nyabu, gue kaya gak ada capenya. Anak-anak juga pada nyabu kok, kak. Abis mau gimana lagi? Kalo kuliah gak bere-beres, ntar bokap nyokap marah marah. Ya udah, yang penting gue tau batesan gue aja, kak”
Segamblang itu dia sebutkan alasan dia jadi pemadat. Tugas Sekolah!!! Ironisnya ... tapi kalo kita mau bandingkan, masih lebih banyak lagi mahasiswa yang gak perlu jadi pemadat untuk bisa menyelesaikan tugasnya ... bahkan bisa berprestasi kan?
Balik ke Panda, aku gak sempat tahu apa yang membuat dia mulai dan tetap memilih jadi pemadat. Tapi ada satu hal yang jadi konsekuensi dari pilihannya ... Panda akhirnya jatuh sakit.
Virus yang menyerang imunitas tubuh itu masuk dari jarum suntik yang dipergunakannya secara “sharing” dengan teman-teman pemadat lainnya. Kapan? Dimana? Sama siapa? Gak akan ada yang pernah tahu. Bahkan kalo kita punya kesempatan untuk bertanya ke Panda sekalipun, dia gak akan pernah tahu.
Sekarang semuanya sudah terlambat. Panda sudah berpulang ke rumah Bapa.
Dan semua penyesalan mulai muncul ... berjuta kalimat yang berawalan kata “Seandainya”, muncul dalam benak setiap anggota keluarga.
Pada saat Panda tergeletak gak berdaya, kita baru tahu untuk pertama kalinya, bahwa dalah tubuhnya sudah bercokol virus yang sampai sekarang belum diketahui cara melumpuhkannya. Pada saat itu juga, kita baru tahu bahwa untuk penyakit ini, pemerintah menyediakan obat dan konsultasi gratis untuk semaksimal mungkin menekan penyebaran dari virus mematikan ini. Tapi semuanya sudah terlambat .... terlambat untu Panda dan terlambat untuk kami. Virus itu sudah memisahkan Panda dari kami ... untuk selamanya.
Walau terlambat untuk Panda dan kami, masih banyak hal yang bisa dilakukan oleh keluarga yang mengalami hal seperti yang keluarga kami alami.
Berbekal dari pengalaman hidup Panda dan kami saat menemaninya sampai di akhir hayatnya, kami ingin membagikan sebagian dari pemikiran kami kepada orang banyak. Agar lebih banyak keluarga yang berkesempatan mengambil langkah pasti sebelum mereka harus kehilangan orang yang mereka cintai, cuma karena “terlambat” ... terlambat tahu, terlambat bertindak.
PITA MERAH di dadaku
Merah Putih ... MERAH: Berani dan PUTIH: Suci.
Tapi itu .... gak berlaku untuk aku dan keluarga besarku. Sejak beberapa hari yang lalu, warna Merah punya arti yang berbeda untku kami. Arti yang lebih memilukan hati ... karena kami kehilangan seseorang yang begitu kami sayangi karena suatu Misi yang diwakili dengan kehadiran Pita Merah di dada.
Ya, adik kami tercinta menjadi keganasan HIV (Human Immunodeficiency Virus).
Semua ini terjadi karena kombinasi banyak hal .... banyak sekali. Tapi saat ini, semua sudah terlambat. Kita gak perlu lagi bicara apa yang jadi penyebabnya. Apalagi jadi saling tuding antara anggota keluarga, siapa yang paling bertanggung jawab atas keadaan ini. Hal ini gak akan membuat adik kami yang tercinta bangkit dari "Tidur" tenangnya dan kembali ke dalam pelukan keluarga. Kalau toh saling tuding, saling serang, saling tarik urat .... semata-mata akan membuat adik kami semakin bersedih dan membuat langkahnya di"sana" menjadi tertatih tatih.
"Adikku, pulanglah ke rumah Bapa dengan langkah yang tenang. Kami tidak akan saling tuding. Kami tidak akan mengumbar emosi kami yang cuma akan menambah hati yang terluka. Satu hal yang ingin kami janjikan kepadamu, buah hatimu tercinta akan tetap lekat di hati kami. Kami akan rentangkan tangan kami untuk selalu menjangkaunya, memastikan langkahnya. Dengan kenangan kehidupanmu, kami juga akan menjangkau lebih banyak orang dan hati agar mereka yang masih bisa terselamatkan, bisa diselamatkan - sebelum semuanya terlambat"
Demikianlah blog ini kami dedikasikan untuk dua adik tercinta kami; Kiddo & Panda. Kepulangan mereka berdua di usia yang masih sangat muda, berawal dari sebab yang berbeda. Namun, seandainya saja tangan kami menjangkau lebih cepat ... mungkin, hasilnya akan berbeda dengan yang kami harus hadapi sekarang.
Mengenang mereka berdua, kami ingin mengajak sebanyak mungkin pihak yang mengalami hal serupa untuk melangkah lebih cepat untuk menyongsong mereka, mengulurkan tangan lebih jauh untuk memeluk mereka.
Sebelum semuanya terlambat.
Subscribe to:
Posts (Atom)