Belum sebulan yang lalu, aku dapet kesempatan untuk meluangkan waktuku dengan Panda. Kita berdua pergi ke luar kota untuk mengawasi kakak – putri kesayanganku, yang waktu itu ikut acara camping sekolah. Mengingat tempat acaranya jauh dari “peradaban”, aku sepakat dengan istriku untuk mengawasi kakak dari kejauhan – knowing bahwa indra kakak tergolong sangat sensitif untuk urusan yang meyangkut hal – hal yang sering gak dipahami orang dan sering kali juga ditakuti oleh orang kebanyakan.
Karena jarak dan kondisi lokasi acara ini, aku dan ibu berkeputusan bahwa lebih baik aku pergi ditemani oleh Panda (yang waktu itu juga memang gak banyak kegiatan).
Di hari keberangkatan itu, aku ada acara di kantor yang mengharuskan aku untuk tinggal di acara sampai waktu yang cukup larut. Sekitar jam 11 malam, barulah aku dan Panda meluncur ke TKP. Perjalanan relatif mudah, tapi mendekati tempat camping; jalanan jadi sempit dan meragukan.
“Kita salah jalan gak yah? Kok sedari tadi gak ketemu manusia sepotong-pun yah?”
Setelah deg – deg – an untuk beberapa saat, akhirnya kita tiba di gerbang Perkemahan yang kita tuju (setelah hampir parkir di kebon bawang – karena aku pikir parkiran J). Setibanya di gerbang, kita disambut dengan portal gerbang yang sudah melintang dan menghalangi aku menjalankan mobil ke area parkiran.
“Ya udah. Yang penting kita sudah sampai di sini kan? Sekarang kita cari sesuatu yang bisa dikunyah aja”
Setelah melongok kanan kiri dan depan belakang, kami menemukan warung indomie/kopi yang lampunya masih menyala. Jendela warung dalam keadaan terbuka, tapi yang jaga tidur dengan pulesnya dalam pelukan selimut loreng tentaranya. Gak punya pilihan lagi, aku dan Panda ambil posisi berseberangan di meja – kursi warung kopi itu, dan obrol – obrol pun mulai terjadi.
Kami bicara banyak hal ….. banyak banget. Tapi ada beberapa hal yang akan selalu aku kenang dari pembicaraan kami. Panda selalu mengesampingkan kepentingannya, untuk suatu hal yang di luar dirinya. Yang selalu jadi prioritasnya dalam melakukan segala – sesuatu adalah untuk kepentingan Katri anaknya semata wayang.
Setiap kali menyebut nama Katri, mata Panda selalu berkaca – kaca. Katri adalah putri semata wayang Panda, yang dikondisikan untuk gak bisa ditemui Panda karena satu dan lain hal.
“Panda, sekarang ini kamu dikondisikan untuk boleh egois. Bukan berarti aku bilang bahwa kamu gak perlu mikirin Katri, bukan sama sekali. Tapi kita ambil langkah satu persatu. Kalo ngelangkah langsung dua kaki sekaligus juga gak bisa kan? “
Panda kontan berdiri dan membuktikan bahwa kalimatku salah.
“Begini bisa nih mas…”, katanya sambil lompat maju dengan dua kaki dirapatkan dan kedua tangan terjulur ke depan. “Bisa kaya zombie di film kungfu. Katri pasti langsung masuk ketekku tuh, kalo liat filem serem”
That’s Panda … even lagi susah mikirin hal yang bikin bola mata mau lompat keluar sekalipun, dia akan coba lighten up the situation. Dan satu hal lagi yang pasti, Katri akan selalu hidup dalam pikiran dan hati Panda – seberapa kerasnya sekalipun usaha untuk memisahkan mereka.
I will surely miss our conversation, bro.
No comments:
Post a Comment