Friday, June 17, 2011

A Permanent Solution For A Temporary Problem

Aku pernah baca, tulisan di atas di buku-buku psikologi modern yang mendedikasikan bahasan mereka seputar tindakan bunuh diri. Bener banget yah, untuk suatu hal yang sebenarnya temporer (yang nyata-nyata akan lewat/selesai pada waktunya) diambil suatu tindakan yang permanen. What a pitty! Yang lebih menyakitkan hati adalah pada saat yang mengambil tindakan permanen itu; orang – orang yang kita kasihi.

Kiddo, adikku yang mbeling. Nakal dan usil sudah jadi bagian dari kesehariannya. Mainan bener dibongkar sampai malahan jadi rusak. Aku ingat suatu kejadian waktu itu dia masih di kelas 2 SMP. Anak laki – laki umur segitu mungkin lagi suka mengeksplorasi sesuatu. Rasa ingin tahunya luar biasa. Saat itu Kiddo minta aku belikan mainan pistol – pistolan. Ukuran dan bentuknya realistis sekali. Dia pilih FN Government laras panjang, komplit dengan sarung pistol model Detektif Hunter. Pistol mainan itu bisa menembakkan peluru (pellet) plastik dengan mekanisme pegas. Dan hasil tembakannya lumayan kencang. Beberapa kali betisku jadi landasan peluru nyaras dari pistol anak badung ini. Daun di halaman penuh sama bolong – bolong simetris, cicak – cicak berkeliaran tanpa buntut, bahkan kucing – kucing tentanggapun kontan gak berani lagi mampir untuk sekedar ngelongok ke dalam halaman rumah.

Belum puas dengan performa di FN Government, Kiddo ambil jalur operasi. Pistol FN yang dikasih nama Janggo (dari nama koboi jagoan kesayangan Kiddo)itu digeletakkan di atas meja belajar. Lampu belajarku disamber untuk perlengkapan kamar operasinya. Dari garasi, Kiddo berhasil mengumpulkan beberapa peralatan: obeng, tang, solder dan timahnya. Gak cuman sampe di situ, 1 set obeng kacamata-ku juga berhasil dijarahnya dari laci mejaku. Setelah komplit semua peralatannya, Kiddo mulai dengan operasinya.

“Mas, si Janggo bakal jadi pistol jagoan. Anak-anak sekompleks pasti bakal kapok kalo ngajak aku main tembak-tembakan lagi. Liat aja ... aku jamin biru ungu lebam di kaki mereka, kalo sudah dicium peluru yang aku tembakin dari si Janggo”

Tanpa banyak bicara, operasi dijalankan selama beberapa jam. Setelah puas dengan hasilnya, Kiddo membawa si Janggo ke halaman belakang dimana sederetan kaleng minuman bersoda sudah dijejer dengan rapi sebagai target latihannya. Gak lama kemudian terdengar suara sentakan dan garingnya suara kaleng ditembusi peluru plastik. Ya, benar. “Ditembusi” peluru plastik. Ternyata Kiddo berhasil menggabungkan beberapa pegas untuk membuat di Janggo jadi lebih mengintimidasi lagi. Waktu aku keluar dari kamar, aku dapati dia lagi duduk di lantai dengan wajah super puas.

“Berhasil !!!” serunya dengan girang.

Kiddo memang anak yang kreatif dan ulet mencoba apapun yang menurut dia menarik dan menantang. Dia gak gampang menyerah untuk suatu urusan yang secara logis bisa diselesaikan. LOGIS, ya ... Kiddo adalah seorang yang sangat logis. Karena itulah, kabar yang aku terima 7 tahun yang lalu mengenai kematiannya begitu menyentak aku. GAK MUNGKIN !!! Kiddo gak mungkin melakukan hal itu. Ya Tuhan ... apa yang melintas di pikirannya?

Selama bertahun – tahun, aku gak mau terima bahwa Kiddo harus “pulang” dengan cara seperti itu. Kalau ada teman yang tanya tentang Kiddo, aku akan bilang bahwa dia meninggal dengan cara yang sangat tragis: Kecelakaan. Kalau sang penanya meneruskan pertanyaannya dengan “Kecelakaan apa”? Maka aku cuman bilang, “Maaf yah ... it’s still too painful for me”. I lived in denial for so many years, karena aku benar-benar gak percaya bahwa Kiddo mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya. Yang lebih menyakitkan hati lagi adalah; gak ada yang pernah tahu apa alasan dia melakukan hal itu.

Yang jelas, Kiddo sudah mengambil suatu tindakan Permanen untuk masalahnya yang Temporer.
Yang jelas, aku sebagai kakak sudah gak bisa melakukan apa – apa lagi.
Yang jelas, seberapapun aku sedih dan menyesal, Kiddo gak akan bisa kembali lagi dalam hidupku.

Seandainya .... aku bisa mengulang waktu, aku akan .... ah, banyak sekali yang yang ingin aku lakukan. But now, everything is too late.

Sekarang, aku hanya harus hidup dengan kenangan tentang kehidupannya. Yang belum terlambat adalah share pengalaman hidupku dan pemikiranku yang mungkin masih bisa menyelamatkan “Kiddo – Kiddo” lain di luar sana.

No comments:

Post a Comment